Di antara padatnya pekerjaan, macetnya jalanan Bandung, dan notifikasi yang tak berhenti berdenting, aku mendadak merasa sesak. Tubuhku ada di kantor, tapi pikiranku sudah terbang ke tempat jauh—tempat sepi, tempat bebas.
Akhirnya, di hari Jumat sore, aku putuskan sesuatu yang impulsif: besok pagi aku akan pergi menjelajah pantai selatan Jawa Barat, naik motor sendirian.
Motor yang kupilih bukan sembarangan. Sejak 2 bulan terakhir, aku memakai Honda ADV 160—motor yang tidak hanya gagah dari luar, tapi juga nyaman, tangguh, dan punya suspensi yang empuk untuk jalanan menantang.
Malam itu aku menyiapkan tas kecil: jaket parasut, botol air, charger, dan dua baju ganti. Tak lupa, mengecek tekanan ban dan oli. Honda ADV 160 milikku masih prima, baru saja servis rutin seminggu sebelumnya.
Motor ini benar-benar bisa diandalkan, apalagi buat medan semi off-road. Jika kamu belum tahu, ADV 160 dirancang untuk kenyamanan touring dan ketangguhan di segala cuaca. Kamu bisa cek fitur lengkapnya di halaman ADV 160 ini.
Pagi-pagi buta aku sudah meluncur dari daerah Buah Batu menuju Pameungpeuk, Garut Selatan. Jalanan masih lengang, udara segar menampar wajah, dan langit mulai memerah di ufuk timur.
ADV-ku melaju mulus melewati tikungan-tikungan panjang di daerah Kamojang. Mesin 160cc-nya sangat responsif. Suspensi belakang empuk saat melewati jalan berlubang, dan lampu LED sangat membantu saat melewati area hutan yang gelap.
Di tanjakan Kamojang yang terkenal curam, aku berpapasan dengan dua orang remaja yang naik Honda Beat. Keren juga Beat bisa menaklukkan rute itu. Motor ini memang dikenal irit dan tetap bertenaga di tanjakan. Kalau kamu tertarik dengan Beat, coba lihat fitur dan harganya di halaman Honda Beat.
Sekitar pukul 10 pagi aku tiba di Pantai Sayang Heulang. Suasana sepi, hanya ada beberapa pemancing dan penjaga warung.
Aku duduk di bawah pohon kelapa, meletakkan helm dan jaket, dan membiarkan angin pantai menghapus semua penat. Ada sesuatu yang magis saat kita menyatu dengan alam—dan perjalanan dengan motor membuat semuanya terasa lebih dekat.
Sambil menikmati kopi hangat, aku ngobrol dengan seorang traveler cewek yang datang sendirian juga. Dia naik Honda Scoopy. Aku sempat kaget, karena jalan ke Sayang Heulang cukup menantang.
“Scoopy oke juga buat touring?” tanyaku.
“Banget. Ringan, irit, dan gayanya keren,” jawabnya sambil tersenyum.
Aku jadi ingat, Scoopy memang cocok untuk yang suka gaya santai tapi tetap fungsional. Coba aja cek harga dan fitur Honda Scoopy kalau penasaran.
Siang menjelang, aku melanjutkan perjalanan ke Pantai Santolo. Jaraknya tidak jauh, sekitar 30 menit dari Sayang Heulang. Jalannya sempit, tapi pemandangannya luar biasa. Di kanan kiri hamparan sawah, sesekali terlihat perahu nelayan di kejauhan.
Santolo selalu punya tempat di hatiku. Pantai ini punya dermaga, mercusuar tua, dan debur ombak yang konstan. Aku memarkir ADV-ku dan berjalan kaki ke ujung batu karang.
Saat matahari mulai turun, langit berubah warna. Jingga, merah, biru, dan ungu menyatu di cakrawala. Aku duduk di pasir, membiarkan pikiran mengembara.
Perjalanan ini bukan hanya tentang motor, tapi tentang menenangkan hati. Dan di tengah semua itu, aku merasa beruntung memilih motor yang nyaman. Kalau kamu ingin mulai petualanganmu sendiri, ada banyak pilihan motor Honda yang bisa kamu pertimbangkan. Lihat daftarnya di halaman pricelist motor Honda Bandung.
Malam itu aku menginap di warung milik warga. Tempatnya sederhana: tikar, kelambu, dan kamar mandi seadanya. Tapi suasana damai yang ditawarkan, tak bisa dibandingkan dengan hotel mana pun.
Aku mengisi daya ponsel, menyalakan lampu kecil dari powerbank, dan menulis catatan perjalanan di notes digital. Di luar, suara ombak terus mengalun seperti lagu tidur.
ADV-ku terparkir rapi tak jauh dari pintu. Sempat aku lap bodinya dan mengucapkan terima kasih. Motor itu benar-benar jadi partner sejati.
Keesokan harinya aku pulang lewat jalur selatan Garut–Rancabuaya–Pameungpeuk, lalu kembali ke Bandung lewat Cikajang. Jalur ini menantang: tanjakan, turunan tajam, jalan sempit dan berkabut.
Di tengah perjalanan, aku sempat berhenti di warung untuk ngopi. Di sana, ada sekelompok anak muda touring menggunakan Honda Beat dan Scoopy. Kami saling bertukar cerita, membicarakan rute, bensin, dan motor. Salah satu dari mereka bilang:
“Motor itu bukan sekadar kendaraan, tapi cara kita menikmati hidup.”
Aku setuju sepenuhnya. Dan semua dari mereka—tanpa kecuali—memilih Honda. Alasannya? “Awet, servis gampang, irit, dan nyaman.”
Setibanya di Bandung sore hari, tubuhku lelah, tapi hati terasa penuh. Dua hari yang kuhabiskan sendiri di jalan, pantai, dan alam telah membawaku pada ketenangan yang sudah lama hilang.
ADV-ku tak hanya mengantar, tapi menyatu dalam perjalanan ini. Motor Honda bukan cuma alat. Ia adalah teman, penopang, dan kadang menjadi rumah kecil di atas roda.
Untuk kamu yang ingin menjajal rute seperti ini, berikut beberapa tips yang mungkin berguna:
Perjalanan paling berkesan bukan yang paling mahal, tapi yang paling bermakna. Dan sering kali, itu dimulai dari satu tarikan gas dan keyakinan kecil di dalam hati.
Kalau kamu ingin memulai ceritamu sendiri, lihat dulu motornya. Semua pilihan terbaik ada di:
👉 https://motorhondabandung.id/pricelist/
Cerita Gibran dan Honda Vario 125: Dari Mimpi ke Kenyataan, Dengan Skutik Andal Sepanjang Waktu Bab 1: Anak Bengkel yang Berjuang Namaku Gibran, anak sulung dari tiga bersaudara yang tinggal di kawasan Padalarang, Bandung Barat. Ayahku adalah montir sepeda motor... selengkapnya
Motor matic Honda terus berinovasi mengikuti kebutuhan pengendara modern. Salah satu fitur canggih yang kini banyak ditemukan pada motor Honda terbaru seperti Honda PCX 160, ADV 160, dan beberapa tipe lainnya adalah mode berkendara Eco dan Sport. Kedua mode ini... selengkapnya
Gaya Baruku Bersama Honda Stylo 160 Awal Ketertarikan pada Si Stylo Namaku Dira, seorang barista yang bekerja di sebuah coffee shop kecil tapi hits di daerah Riau, Bandung. Hidupku cukup sederhana. Aku suka gaya hidup minimalis, tapi tetap ingin terlihat... selengkapnya
Belum ada komentar