Pekan itu penuh tekanan. Deadline kerja menumpuk, rapat terus-menerus, dan aku merasa kehilangan arah. Rutinitas mulai menghimpit napas. Maka ketika Alif, sahabatku sejak kuliah, mengirim pesan pendek—“Mau gak naik motor ke Papandayan akhir pekan ini?”—aku langsung menjawab: “Ayo.”
Tanpa rencana matang, tanpa banyak persiapan, kami memutuskan kabur dari hiruk-pikuk kota dan menyatu dengan alam. Tapi bukan sekadar kabur, kami ingin menikmatinya perlahan. Motor jadi pilihan utama. Kami tahu, jalan menuju Garut penuh liku dan tantangan. Tapi kami juga percaya, motor kami mampu menaklukkannya.
Aku membawa Honda Vario 160, motor yang kupilih sejak awal karena desainnya gagah dan tenaga mesinnya besar. Alif menggunakan Honda Beat miliknya yang sudah ia rawat sejak masih jadi mahasiswa. Meskipun kecil, motor itu sudah menemaninya ke berbagai tempat di Jawa Barat.
Kami sempat mampir ke bengkel AHASS untuk servis ringan. Di sana, mekanik bahkan memuji kondisi motor kami. “Vario ini salah satu yang paling enak buat touring jarak menengah. Beat juga, iritnya luar biasa,” katanya.
Aku sempat iseng membuka halaman harga Vario 160 dan terkejut karena ternyata sekarang ada varian warna baru yang lebih sporty. Alif pun sempat bilang ingin upgrade ke model Vario juga, tapi masih ragu karena Beat-nya belum ingin dilepas.
Kami berangkat dari Bandung sekitar jam 5 pagi. Jalanan masih sepi. Kabut menyelimuti Jalan Cibiru–Kadungora. Tapi justru di situlah sensasi dimulai.
Vario 160 yang aku bawa terasa mantap saat melibas tanjakan. Mesin 160cc-nya merespons dengan cepat tanpa gejala ngeden sedikit pun. Sementara Beat milik Alif tampak gesit di tikungan dan tetap nyaman meski harus berbelok tajam.
“Kalau bukan Honda, aku ragu bisa selancar ini,” celetuk Alif saat kami berhenti di warung kopi sebelum memasuki Kota Garut.
Aku hanya tertawa dan menjawab, “Tenang aja, selama ada Honda, kita aman.”
Setelah istirahat sebentar, kami melanjutkan perjalanan menuju kawasan Cisurupan, pintu masuk menuju Gunung Papandayan. Jalan mulai lebih menanjak, udara mulai lebih dingin, dan kabut makin tebal.
Di sepanjang perjalanan, kami bertemu banyak rombongan motor lain. Kebanyakan menggunakan motor matic dan bebek. Honda Beat dan Honda Scoopy mendominasi. Aku bahkan sempat mengobrol dengan salah satu pengendara Scoopy yang berasal dari Tasikmalaya.
Dia bilang, “Scoopy nyaman banget buat jarak segini, apalagi kalau cuma berdua. Hemat juga.”
Dan memang, Scoopy saat ini jadi salah satu motor matic stylish yang cocok untuk perjalanan santai seperti ini. Kalau kamu penasaran, kamu bisa lihat lebih detail di halaman produk Honda Scoopy.
Setelah hampir 4 jam perjalanan dengan beberapa kali istirahat, kami sampai di gerbang wisata Papandayan. Kami membayar tiket masuk dan mulai naik menuju area parkir motor.
Di sinilah tantangan sesungguhnya dimulai. Jalan menanjak, licin, dan sebagian belum diaspal sempurna. Tapi Vario 160-ku tetap stabil. Torsinya sangat membantu saat mendaki. Beat milik Alif juga tetap setia mengikuti meski harus sabar di bagian terjal.
Kabut tebal mulai turun dan suhu mendekati 14°C. Tapi kami justru semangat. Kami matikan mesin, parkir motor, dan lanjut berjalan kaki ke area kawah. Bau belerang menyeruak, tapi tidak mengurangi keindahan pemandangan. Hamparan kabut yang menyelimuti pegunungan membuat kami merasa seperti berada di negeri lain.
Kami mendirikan tenda kecil tak jauh dari area Pondok Salada, dengan izin petugas. Di malam itu, kami hanya berdua, ditemani kopi, angin dingin, dan bintang-bintang di atas sana.
Alif banyak bercerita tentang keinginannya membangun rumah kecil di desa. Aku cerita tentang burnout yang kurasakan. Semua mengalir, lepas, seperti kabut yang perlahan hilang.
Sesekali kami melihat motor kami dari kejauhan, berjejer bersama kendaraan lain. Mungkin bagi orang lain itu cuma motor. Tapi buat kami, motor-motor itulah yang membawa kami ke tempat ini, membawa kami kembali pada rasa sederhana yang sering terlupakan.
Keesokan paginya, kami berkemas dan mulai perjalanan pulang. Jalur turunan tak kalah menantang. Tapi dengan pengereman yang presisi dan suspensi empuk, perjalanan tetap terasa nyaman.
Saat memasuki Kota Garut, kami sempat mampir ke dealer Honda untuk melihat-lihat motor baru. Alif mulai tergoda untuk mengganti Beat-nya.
“Aku pengen tetap yang irit, tapi mungkin cari yang bagasinya lebih lega,” katanya.
Aku menyarankan, “Coba aja lihat di situsnya. Di motorhondabandung.id/pricelist banyak kok pilihan buat semua kebutuhan.”
Setibanya di Bandung, kami tidak langsung pulang ke rumah. Kami duduk di taman kota, membuka foto-foto perjalanan, dan saling tertawa.
“Lucu ya, kita cuma naik motor, tapi rasanya kayak healing paling mahal,” ucap Alif.
Aku hanya mengangguk. Karena aku tahu, di balik semua perjalanan itu, ada rasa yang tak bisa dibeli: kebebasan.
Dan motor—khususnya motor Honda—memberikan kebebasan itu.
Untuk kamu yang juga ingin menjajal perjalanan seperti kami, berikut beberapa tips yang mungkin berguna:
Setiap orang punya alasan memilih motor. Tapi bagi kami, Honda bukan sekadar soal merek. Ini tentang kepercayaan, kenyamanan, dan pengalaman nyata di jalan.
Kalau kamu ingin memulai cerita versimu, jangan ragu untuk mulai dari sekarang. Cek semua pilihan, harga, dan promo di:
👉 https://motorhondabandung.id/pricelist/
Karena setiap petualangan selalu dimulai dengan satu langkah kecil—dan sering kali, satu tarikan gas dari motor kesayanganmu.
Baca juga cerita lainnya: Menelusuri Jejak Masa Kecil dengan Motor Honda: Cerita Pulang ke Desa
Honda Beat CBS ISS 2025: Motor Matic Irit, Ringan, dan Modern untuk Aktivitas Harian Tren Motor Matic Hemat dan Ramah Lingkungan Di tengah semakin padatnya aktivitas masyarakat urban dan meningkatnya harga bahan bakar, kebutuhan akan kendaraan yang efisien, praktis, dan... selengkapnya
Daftar Harga Motor Honda Terbaru 2025: Lengkap Semua Tipe & Varian Motor Honda selalu menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia. Tak hanya karena reputasinya yang tangguh dan irit, tetapi juga karena jaringan layanan purna jualnya yang luas serta nilai jual kembali... selengkapnya
Perbandingan Motor Honda Populer untuk Mahasiswa Tipe Motor Kelebihan Kekurangan Harga Kisaran (Baru) Honda Beat – Irit bahan bakar (sekitar 60-65 km/l) – Harga terjangkau – Desain modern dan sporty – Ukuran kecil, mudah dikendalikan – Kapasitas mesin 110cc, kurang... selengkapnya
Belum ada komentar